Putri Ulin

Pada zaman dahulu hiduplah seorang putri bernama Putri Ulin. Sejak kecil ia tinggal sendirian di dalam hutan. Kedua orangtuanya sudah lama meninggal saat ia masih kecil. Ayahnya mati karena diterkam harimau, sedangkan ibunya meninggal pula tidak lama setelah tidak tahan menahan kesedihan itu.

Suatu hari, Putri Ulin memutuskan untuk berkelana demi mencari pengalaman hidup dan menemukan jati dirinya. Mencari “siapakah Putri Ulin yang sebenarnya”.
Pagi-pagi sekali ia bergegas untuk meninggalkan hutan dan terus berjalan sampai menemukan tempat yang ramai, setidaknya suatu perkampungan kecil. Dan di tiap jalan yang dilaluinya, ia mendapatkan pengalaman-pengalaman dari berbagai jenis makhluk hidup.
Suatu ketika, saat ia bertemu dengan kupu-kupu…
“wahai kupu-kupu, warna sayapmu cantik sekali”, ucapnya kagum.
“sayapku ini memang sangat elok. Tapi untuk mendapatkannya butuh proses. Awalnya aku adalah seekor ulat yang menjijikkan. Tak ada satu makhluk pun yang menyukaiku. Kemudian, waktu berlalu dan aku berubah menjadi kepompong. Keadaanku disana sangat rapuh. Bahkan aku tak yakin kalau aku masih akan tetap hidup. Lalu, saat waktunya tiba, baulah aku dapat menjadi kupu-kupu yang pada akhirnya mendapatkan pujian dan sanjungan akan kecantikan sayapku”

“hidupmu penuh perjuangan, kupu-kupu. Akhirnya kamu bisa menjadi kupu-kupu yang sempurna”
“hidupku tak sesempurna itu. Setelah aku menjalani itu semua, aku harus segera menghasilkan telur untuk melanjutkan kehidupan kaumku. Karena aku hanya dapat menikmati hidup sehari saja”
“sayang sekali.. pengorbananmu yang begitu besar dibalas dengan kehidupan yang sangat singkat…”, ungkapnya sedih.

“Karena itu, seharusnya manusia lebih tau. Kita yang hidupnya hanya sebentar saja dapat memanfaatkan kehidupan dengan sebaik-baiknya. Bagaimana dengan mereka yang masih punya berjuta-juta kesempatan?”
Putri Ulin sadar itulah pelajaran pertamanya. Setelah berpamitan, Putri Ulin kembali meneruskan perjalanannya. Kemudian ia terhenti di sebuah danau. Ia melihat seekor angsa yang berenang dengan anggun. Ia pun kembali terkagum akan keindahannya.

“wahai angsa.. engkau adalah makhluk yang anggun. Aku sangat menyukai caramu berenang”, Putri Ulin memujinya.
“andai engkau tahu wahai saudariku. Di luar aku memang terlihat anggun. Tapi kamu tidak tahu bagaimana sikap anggun ini aku dapatkan. Itu karena kakiku yang membantunya. Di dalam air, kakiku tengah berjuang keras untuk memindahkan tubuhku dan berenang kesana kemari”, jelasnya.

Putri Ulin merasa perjalanannya ini penuh dengan pelajaran yang berarti. Ia semakin bertekad untuk terus mencari dan mencari. Di tengah pejalanan, ia melihat sekumpulan semut yang bergotong-royong dalam mencari makanan.

Putri Ulin memberanikan diri untuk bertanya, “wahai semut kecil, apa yang sedang kalian lakukan?”
“kami sedang bekerjasama untuk mencari makan bagi para pekerja dan terutama Sang Ratu”
Putri Ulin terus mengamati mereka dan menemukan satu lagi pelajaran, bahwa hidup itu untuk terus bekerjasama dengan orang lain. Karena manusia itu tidak hanya hidup soliter, tapi mereka adalah makhluk sosial, yang selalu membutuhkan bantuan orang lain.

Setiap pelajaran yang diterimanya dia catat dalam memori otaknya. Untuk kemudan diolah dan diamalkan. Sepanjang perjalanan, Putri Ulin terus merenungi kejadian-kejadian yang baru saja dialaminya. Kemudian ia dikagetkan oleh suara meminta tolong.

Dicarinya sumber suara itu, dan ia melihat seekor kelinci cantik yang terperangkap. Satu-satunya hal yang dipikirkannya hanya agaimana cara menolong kelinci tersebut. Putri Ulin bergegas untuk menolongnya.
Selang beberapa menit, ada sekumpulan penduduk istana menghampiri Putri Ulin dan kelinci itu. Mereka adalah prajurit istana yang ditugaskan untuk mencari kelinci kesayangan Putri Sarah. Prajurit-prajurit tersebut membawanya serta untuk datang ke istana dan menemui raja.

Atas kebijakan raja, akhirnya Putri Ulin diangkat menjadi putri kerajaan, menjadi saudara dari Putri Sarah. Keduanya hidup rukun dan selalu berbagi atas kesenangan dan kesedihan yang dialami oleh salah satu dari keduanya. Kelak, mereka harus memimpin kerajaan bersama dengan pangeran yang menikahi mereka

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Hymne dan Mars Kota Tepian

Roro Jonggrang (asal Mula Candi Sewu)

MTS Model Samarinda Nama Sekolah Baruku